Ketua MRPB: Pembangunan di Tanah Papua Harus Berakar pada Budaya dan Berpihak kepada Masyarakat Adat
Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Judson Ferdinandus Waprak, menegaskan bahwa arah pembangunan di Tanah Papua harus berpihak kepada masyarakat adat serta berakar kuat pada nilai-nilai budaya yang hidup dan menjadi identitas orang asli Papua (OAP).
Pernyataan tersebut disampaikan Judson dalam pertemuan bersama Komisi XII DPR RI, Pemerintah Provinsi Papua Barat, unsur Forkopimda, dan para tokoh adat di Manokwari. Pertemuan ini menjadi wadah penting untuk membahas berbagai persoalan pembangunan dan pelaksanaan kebijakan nasional yang berimplikasi langsung terhadap kehidupan masyarakat di Papua Barat.
Menurut Judson, paradigma pembangunan di Tanah Papua tidak boleh semata-mata diukur dari kemajuan fisik seperti infrastruktur, tetapi harus menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan dan harkat hidup masyarakat adat.
“Pembangunan di Papua tidak cukup hanya dilihat dari sisi infrastruktur, tetapi juga harus menyentuh hati dan kesejahteraan masyarakat adat,” ujarnya.
Ia menegaskan, masyarakat adat Papua memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Kearifan lokal serta nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun menjadi fondasi sosial yang kokoh bagi keberlangsungan hidup masyarakat Papua. Karena itu, pembangunan yang mengabaikan aspek budaya dikhawatirkan dapat menimbulkan ketimpangan sosial dan hilangnya jati diri orang Papua.
Judson juga menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara lembaga adat, pemerintah daerah, serta pemerintah pusat dalam merancang kebijakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Papua Barat.
“Kami di MRP akan terus mengawal kepentingan daerah bersama pemerintah provinsi dan seluruh perangkat daerah. Setiap kebijakan pembangunan harus berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat adat,” tutur Judson.
Ia menambahkan, kunjungan Komisi DPR RI ke Papua Barat diharapkan tidak berhenti pada tahap dialog semata, melainkan ditindaklanjuti dengan kebijakan konkret yang berpihak kepada rakyat Papua. Menurutnya, semua pemangku kepentingan — mulai dari Gubernur Papua Barat, Ketua DPR Papua Barat, para bupati, Kapolda, Pangdam, hingga lembaga kultural seperti MRP — perlu duduk bersama membangun Papua dengan semangat keadilan, kolaborasi, dan keberpihakan terhadap masyarakat adat.
Dalam konteks otonomi khusus, Judson menegaskan bahwa keberadaan MRP bukan sekadar lembaga simbolik, melainkan lembaga konstitusional yang memiliki mandat jelas untuk melindungi, mengawasi, dan memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua. Karena itu, MRPB akan terus memastikan agar setiap program pembangunan di Papua Barat berjalan sesuai dengan prinsip keberpihakan terhadap masyarakat adat.
Lebih jauh, Judson menekankan pentingnya pembangunan yang tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga membangun manusia Papua yang berkarakter, mandiri, dan berdaya saing tanpa meninggalkan nilai-nilai budayanya.
“Kita ingin pembangunan yang tidak hanya membangun jalan dan gedung, tetapi juga membangun manusia Papua yang berkarakter, berdaya saing, dan tetap berpegang pada nilai-nilai budayanya,” tandasnya.
Ia menutup dengan pesan bahwa pembangunan yang berakar pada budaya akan menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap kemajuan Tanah Papua. Dengan demikian, masyarakat adat tidak lagi menjadi penonton, melainkan pelaku utama dalam pembangunan di tanah leluhur mereka sendiri