Ketua MRPB: MRP Bukan Sekadar Pelengkap, tetapi Penjaga Hak dan Martabat Orang Asli Papua
Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Judson F. Waprak, menegaskan bahwa keberadaan Majelis Rakyat Papua (MRP) bukanlah sekadar pelengkap dalam struktur pemerintahan daerah, melainkan lembaga konstitusional yang memiliki peran penting dalam menjaga, melindungi, dan memperjuangkan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP).
Pernyataan tersebut disampaikan Judson saat kunjungan kerja Komisi XII dan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Manokwari. Kunjungan tersebut bertujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat sekaligus mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional di wilayah Papua Barat.
Dalam keterangannya kepada awak media, Judson menjelaskan bahwa MRP dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua. Lembaga ini memiliki mandat tegas sebagai penjaga nilai-nilai kultural, moral, dan sosial masyarakat adat Papua yang menjadi identitas dan kekuatan bangsa di Tanah Papua.
“MRP adalah lembaga negara yang lahir dari amanat Otonomi Khusus. Kami bekerja untuk memastikan hak-hak dasar Orang Asli Papua dihormati dan dijaga, sebagai wujud nyata komitmen kita terhadap NKRI,” ujar Judson dengan tegas.
Ia menambahkan, tugas utama MRP tidak hanya memberikan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah daerah dan pusat, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan yang dijalankan benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat adat.
Menurut Judson, MRP memiliki posisi strategis sebagai penjaga moral dan budaya di Tanah Papua, sekaligus menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat adat dalam memastikan pembangunan berjalan dengan adil, manusiawi, dan menghormati kearifan lokal.
“Kita harus melihat bahwa pembangunan di Papua tidak hanya soal infrastruktur, tapi juga tentang martabat dan identitas masyarakat adat. MRP hadir untuk memastikan hal itu tidak diabaikan,” lanjutnya.
Judson menilai, keberhasilan pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua sangat bergantung pada sinergi lintas lembaga, baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR, maupun lembaga kultural seperti MRP. Menurutnya, kolaborasi yang kuat dan berkesinambungan menjadi kunci agar Otsus benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat adat Papua.
“MRP tidak bisa bekerja sendiri. Kita butuh komitmen semua pihak—pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, hingga masyarakat adat—agar pembangunan berjalan sesuai semangat Otsus yang sesungguhnya, yakni melindungi dan memberdayakan OAP,” tegas Judson.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa semangat Otonomi Khusus harus dimaknai sebagai ruang bagi orang Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri berdasarkan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal yang telah diwariskan oleh leluhur.
Kehadiran MRP, kata Judson, bukan sekadar formalitas dalam sistem pemerintahan, tetapi merupakan simbol kedaulatan budaya dan instrumen hukum yang menjamin agar setiap kebijakan pembangunan di Tanah Papua berjalan dengan menghormati hak-hak dasar masyarakatnya.
“Kami akan terus berjuang agar nilai-nilai budaya, adat, dan hak-hak masyarakat asli Papua tidak hanya diakui di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi roh dalam setiap kebijakan pembangunan di Tanah Papua,” tuturnya.